Portal Teater – “Arung Palakka” dipentaskan Teater Nusantara pada Senin (18/11) malam di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Jakarta dalam rangkaian acara Festival Teater Jakarta (FTJ) 2019.
Bercerita tentang keberanian yang kini boleh dianggap sudah langka, yaitu kisah tentang keberanian untuk menyatakan hitam itu hitam, dan putih itu putih.
Ia tak terjebak dalam pemikiran pragmatik, yang menghitung untung-rugi dalam membela kaumnya, yaitu bangsa Bone dan Soppeng dari perbudakan kerajaan Gowa.
Dalam perjuangannya melawan perbudakan, penindasan dan perbaikan nasib–bukan takdir, ia tidak mempersoalkan kepahlawanan atau pengkhianatan.
Tetapi mempertahankan apa yang dalam falsafah Bugis di Sulawesi Selatan sebut sebagai Siri’ Na Passe, suatu harta karun budaya yang tak ternilai.
Siri’ berarti malu (harga diri) sedangkan Passe berarti rasa kasihan (pedih dan perih). Siri Na Passe dapat diartikan sebagai sebuah paham untuk saling menjaga derajat harga diri dan martabat satu sama lain; tidak malu atau dipermalukan, pun tentang sikap menjaga kesetiakawanan.
Demi membela tanah dan bangsanya, Arung Palakka (nama lain dari Datu Mario Latenri tatta Toappatunru Daeng Serang) berperang melawan saudaranya, yaitu Karaeng Karunrung (diperankan Assa Musa), karena gagal mencapai persamaan karena perbedaan kepentingan.
Ia membela sekelompok pekerja, yang adalah teman-temannya (Tolupa, Bake, Wak Tuwa, dkk), sementara Karaeng Karunrung terkontaminasi dengan pandangan tirani yang menindas rakyat.
Sebagai pengingat, berikut kami lampirkan beberapa foto pertunjukan “Arung Palakka” yang dipentaskan Teater Nusantara pada Senin (17/11) lalu.
*Andi Andur