Portal Teater – Anda tidak memiliki gejala virus Corona (Covid-19), tapi kok bisa disebut sebagai “carrier” virus kepada orang lain?
Itulah OTG atau orang tanpa gejala. Ia mirip dengan orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), dan suspect Covid-19.
Menurut Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan, OTG adalah seseorang yang tidak bergejala tapi berisiko telah tertular virus dari pasien Covid-19.
OTG juga memiliki kontak erat dengan kasus positif Covid-19. Definisi kontak erat adalah aktivitas berupa kontak fisik, berada dalam ruangan, ataupun telah berkunjung, dalam radius 1 meter dengan pasien berstatus PDP atau positif Covid-19.
Ini biasanya terjadi dalam waktu 2 hari sebelum kasus timbulnya gejala, hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala.
Jadi, selain petugas medis, orang yang bepergian bersama pasien virus corona dan berada dalam ruangan berjarak 1 meter dapat dikategorikan sebagai OTG.
Ciri-ciri para OTG pun sangat sulit diidentifikasi. Sebab, mereka tidak mempunyai gejala Covid-19 umumnya, seperti demam tinggi, batuk kering, merasa lemas, atau sesak napas.
Tiga Kelompok
Menurut Dokter Paru Rumah Sakit Persahabatan Jakarta Andika Chandra Putra, ada tiga kelompok OTG yang perlu diketahui agar segera dilakukan tindakan pencegahan.
Kelompok pertama adalah OTG yang asimtomatik, yaitu orang yang tidak memiliki keluhan sama sekali. Meski positif Covid-19 tapi tidak menunjukkan gejala atau keluhan sama sekali.
Kelompok kedua adalah OTG yang presimtomatik, yaitu orang yang terinfeksi Covid-19 pada 2-3 minggu pertama.
Pada umumnya, keluhan mereka sangat ringan atau sifatnya lokal. Misalnya, ia mengalami sakit tenggorokan saja atau badan meriang saja atau kadang batuk-batuk sedikit, bahkan tanpa gejala.
Fase ini disebut juga fase infeksius, yaitu fase yang berbahaya bagi seseorang yang terinfeksi karena dapat menginfeksi orang lain.
Kelompok ketiga adalah OTG simtomatik sangat ringan. Gejalanya berupa demam, meriang, batuk tetapi dianggap seperti flu biasa.
Menurut Andika, ketiga kelompok ini sebenarnya berisiko untuk menular ke orang lain secara tidak sadar.
“Jadi yang kita maksud dengan terkonfirmasi positif itu kalau sudah diperiksa (dan ada hasilnya). Tapi sebenarnya orang-orang ini sudah mengandung virus yang bisa menulari ke orang lain. Ini bahaya sebenarnya,” katanya, Kamis (7/5).
Andika menggarisbawahi pentingnya penelusuran dan pelacakan terhadap mereka yang berada dalam kategori ini.
Ia menyarankan surveilans yang lebih ketat berdasarkan tes PCR agar masyarakat menjadi lebih sadar.
“Misalnya si A positif. Harusnya sekitar A ini anggota keluarganya harus ditelusur, harus diperiksa juga dengan PCR. Teman-temannya, kontak-kontaknya harus diperiksa juga,” pungkasnya. (Republika)*