Portal Teater – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Padjadjaran Bandung mempersembahkan sebuah pentas teater berjudul “Kalanirsuara”, kisah perjuangan perempuan penyintas tragedi ’65 melawan trauma dan represi sejarah.
Pentas ini dibawakan pada Padjadjaran Art Festival (PAF) 2019 yang digelar akhir pekan lalu, 29-30 November, di Gedung Kesenian Rumentang Siang, Bandung.
Naskah ini diadaptasi dari dua album kelompok paduan suara perempuan penyintas ’65 bernama Dialita (Di Atas Lima Puluh Tahun), berjudul “Dunia Milik Kita” dan “Salam Harapan”.
Disutradarai M.H. Dutama, yang dibantu asisten sutradara Aditya Martin, pertunjukan berdurasi tiga jam ini memukau penonton dalam balutan tata cahaya, musik, dan artistik panggungnya yang megah.
Menurut Dutama, kedua album Dialita tersebut bukan sekadar kumpulan irama paduan suara belaka.
Ada catatan sejarah kelam yang berkelindan di balik para personelnya yang rata-rata merupakan para penyintas tragedi yang menewaskan hingga jutaan rakyat tak berdosa itu.
Di mana beberapa dari mereka memilih bertahan hidup meski berada di balik jeruji besi.
“Kalanirsuara ini diharapkan menjadi upaya untuk menyambung kembali cerita-cerita perempuan Dialita yang harusnya diceritakan,” katanya.
Pimpinan Produksi PAF 2019 Eunike Hanaya mengungkapkan, pementasan ini dikemas dengan konsep siluet dan permainan dimensi cahaya.
Tidak hanya menampilkan teater kolaboratif, pertunjukan ini lebih didominasi oleh penampilan monolog dengan latar waktu era 1960-an.
Di akhir pementasan, perwakilan personel Dialita juga melantunkan salah satu lagu untuk menghibur para penonton.
Sebagai informasi, Dialita tahun ini mendapat penghargaan Gwangju untuk Hak Asasi Manusia 2019 oleh May 18 Memorial Foundation, berbasis Korea Selatan.
Dialita dianggap menunjukkan jalan menuju rekonsiliasi dan penyembuhan melalui musik.
Sumber: unpad.ac.id