Portal Teater – Pemerintah mengakui kekurangan sumber daya manusia (SDM) di puluhan laboratorium uji virus Corona yang menyebabkan keterlambatan uji spesmien pasien Covid-19.
Memang saat ini pemerintah telah memiliki lebih dari 420.000 reagen polymerase chain reaction (PCR) hasil impor. Alat-alat tersebut tersebar di lebih dari 80 laboratorium nasional Covid-19.
Selain itu, pemerintah juga telah memiliki 1 juta reagen Viral Transport Medium (VTM) dan ekstrak RNA. Setengah dari jumlah tersebut baru saja didatangkan pada Minggu (3/5).
Menurut Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo, bukan alat-alat kesehatan yang membuat pemerintah terlambat melakukan pengujian, melainkan ketersediaan SDM.
“Sejauh ini, kendalanya adalah SDM di setiap laboratorium belum optimal. Masih terbatas personel. Kalau reagen dan alat tes sudah memadai,” ujar Doni usai mengikuti rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo, Senin (4/5), melansir Tempo.co.
Doni menerangkan, para petugas atau staf laboratorium pada umumnya tidak mampu bekerja hingga 24 jam sehari. Rata-rata dari mereka bekerja maksimal hanya sampai 8 jam.
Karena itu, pihaknya akan berkoordinasi dengan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) agar ikut membantu menyediakan SDM di laboratorium-laboratorium daerah.
Dengan asumsi petugas bisa bekerja selama 16 jam, maka pengujian dapat mencapai 12 spesimen per hari.
“Dengan demikian, instruksi Presiden (Jokowi) untuk melakukan testing massive dengan memanfaatkan 59 laboratorium bisa kita lakukan lebih optimal lagi,” ujar Doni.
Sebelumnya, Jokowi telah meminta agar laboratorium dapat melakukan pengujian hingga 10 ribu tes PCR per hari.
Namun pada kenyataannya, lanjut Doni, data riil baru berkisar 6.000-7.000 spesimen yang bisa diuji per hari.
“Tes PCR sampai hari ini juga sudah menjangkau 26.500 tes. Ini juga lompatan yang baik, tetapi saya ingin agar setiap hari paling tidak kita bisa mengetes lebih dari 10.000 (spesimen),” kata Jokowi, Senin (13/4), melansir Kompas.com.
Produksi Alat PCR Lokal
Untuk memenuhi target kuota alat PCR di Indonesia, Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional pun tengah mengembangkan alat uji rapid test dan PCR berbasis virus lokal atau transmisi lokal terkait penularan Covid-19.
Hal itu dilakukan secepatnya karena alat rapid test dan PCR yang digunakan selama ini merupakan produk impor.
Dengan itu, basis data yang digunakan untuk mendeteksi Covid-19 masih menggunakan data virus dari negara asal alat tes tersebut.
“Tentunya kelebihan baik PCR test kit yang dibuat di Indonesia adalah karena semua pengembangannya menggunakan virus yang local transmition,” kata Menristek/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro di Graha BNPB, Jakarta, Minggu (3/5).
Bambang menerangkan, alat-alat tersebut saat ini sedang dalam tahap produksi. Pengembangan dilakukan pemerintah melalui konsorsium yang melibatkan sejumlah universitas dan lembaga.
Adapun konsorsium pengembangan meliputi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Universitas Gajah Mada, Universitas Airlangga, dan PT Dharma.
Ia berharap, akhir pekan ini, produksi kedua alat tersebut sudah bisa mencapai 10.000 unit.
Selain badan konsorsium, Litbangkes Kemenkes dan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Institute juga sedang mengembangkan alat PCR test yang berbasis virus lokal.
Pada sekitar akhir Juni 2020, kata Bambang, Indonesia sudah memproduksi bio sensor yang menggunakan microchip.
Pengembangan alat PCR test juga dilakukan oleh konsorsium BPPT dan PT Biofarma yang sejauh ini telah menghasilkan sepuluh unit untuk proses validasi dan registrasi.
Oleh semua konsorsium ini, pemerintah menargetkan dapat memproduksi 50.000 unit alat PCR pada akhir Mei 2020.
“Cukup melegakan sudah mulai kita bisa produksi test kit. Ini sangat diperlukan karena Gugus Tugas dan pemerintah membutuhkan tes dalam skala masif,” ujar Bambang, melansir Kompas.com.*