Portal Teater – Apakakah kekerasan akan luluh lantak dengan indahnya alis mata, binar indah bola mata dan lentik bulu mata. Atau malah makin ganas?
Dalang (sutradara) tak bakalan kehabisan cerita. Teater tak bakalan kehilangan panggung.
Meskipun pegebluk pandemi Covid-19 mengepung, seniman harus kreatif dan inovatif. Harus terus melangkah dan berkarya. Jangka harus dijangkah. The show must go on!
Apalagi di era disrupsi ini muncul fenomena di mana masyarakat menggeser aktivitasnya yang semula di dunia nyata ke dunia maya. Tak hanya di dunia bisnis dengan e-commerce-nya.
Lantaran pandemi Covid-19 semua aktivitas manusia dengan dukungan teknologi memindahkan aktivitas kehidupannya ke panggung digital.
Jangka harus Dijangkah
Inilah yang dilakukan Teater Lingkar (Semarang) dengan dukungan teknologi digital juga memindahkan panggung nyata ke dunia maya.
Teater Lingkar tak kehilangan langkah di tengah pandemi Covid-19 ini menyapa para audiensnya melalui live streaming di Youtube.
“Jangka harus kudu dijangkah. Karyamu adalah ibadahmu,” ujar Suhartono Padmo Sumarto, akrab disapa Maston Lingkar, sutradara yang juga pendiri Teater Lingkar Semarang memantik kru teaternya.
Salah satu grup teater tertua di Kota Atlas yang rutin manggung di Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) Semarang kal ini bekerja sama dengan Radjawali Semarang Cultural Centre (RSCC).
Pagelaran ditaja di Gedung Radjawali Semarang Cultural Centre (RSCC) Jalan Piere Tendean, Semarang, Minggu (28/6).
Teater Lingkar mengusung lakon “Orang Kasar” (Orang-orang Kasar Penagih Hutang) karya Anton Chekov adaptasi WS Rendra. Anton Chekov merupakan salah satu sastrawan humor satir besar Rusia.
Panggung megah dan representatif gedung RSCC berukuran sekira 80 meteran di-set-up Kang nDori dkk layaknya sebuah rumah dengan setting dan dekorasi perkawinan modern dan tradisional.
Tak ketinggalan latar simpingan wayang yang menjadi salah satu ikon setting Teater Lingkar yang dikomandoi Maston.
Sementara para punggawa musik Tundung dkk sebagai ilustrasi yang tampil live sebagai pengiring di-setting pada satu panggung. Sedangkan make up dan kostum digarap Jeng Dien.
Sekira 75 menitan para aktor Teater Lingkar, yakni Sindhunata Gesit Widiharto memerankankan Baitul Bilal; Niken Ardhana Reswari sebagai Nyonya Murtopo; dan Tegsa Teguh Satria sebagai Pak Darmo yang disutradarai Maston Lingkar tampil ciamik dan mempesona.
Para aktor semangat unjuk ber-akting dan tampil maksimal di atas panggung, meski penonton di gedung RSCC yang didapuk menjadi studio hanya belasan audiens.
“Jangan sampai kita tak pentas karena tuntutan naskah. Jangan sampai kita tak pentas, karena tuntutan setting. Jalan apa adanya, yang terpenting penonton kita tahu dengan setting dan simbol yang kita sajikan dan terhibur. Jadi kita jangan takut untuk pentas, kalau mau pentas, ya, pentas saja. Jangan banyak pertimbangan yang akhirnya tidak pernah pentas. Jangka harus dijangkah,” ungkap Maston di awal pertunjukan.*
Konflik Berakhir Damai
Lakon “Orang Kasar” sendiri mengisahkan tentanng seorang janda, Nyonya Murtopo, yang ditinggal mati suaminya yang juga meninggalkan banyak hutang.
Kehidupan Nyonya Murtopo yang tenang tiba-tiba terusik oleh kedatangan Bilal yang hendak menagih hutang suaminya.
Setelah terjadi perdebatan sengit, Bilal pun berlaku kasar. Nyonya Murtopo berjanji akan melunasi besok ketika asisten keuangannya datang. Pasalnya, Nyonya Murtopo tak punya uang tunai.
Tetapi penagih utang tak mau pulang kalau hutangnya tak dilunasi hari itu juga. Bilal beralasan, bahwa dia juga dikejar-kejar Bank karena hutangnya sudah jatuh tempo.
Akhirnya, terjadilah adu kata. Nyonya Murtopo berusaha keras mengusir Bilal. Tetapi sebaliknya Bilal terus melontarkan kata-kata kasar. Bahkan mereka siap baku tembak dengan senapan. Tetapi Nyonya Murtopo ternyata tak bisa menggunakan senapan.
Muaranya, Nyonya Murtopo justru minta diajari Bilal cara menggunakan senjata. Ketika mengajari Nyonya Murtopo tentang cara menggunakan senjata dengan benar, mata keduanya bersirobok. Ada getar aneh dalam hati keduanya.
Tak jadi bertikai, keduanya justru saling jatuh cinta. Ternyata kekerasan luluh lantak dengan indahnya lengkung alis mata, binar bola mata, dan lentiknya alis mata.
Kisah yang berawal konflik diakhiri dengan happy ending. Mereka bersuka ria, termasuk mandor Darmo yang ikut nimbrung.
Maston Lingkar sebagai sutradara menyampaikan pesan moral dalam pementasan ini. Sutradara yang gapah menggarap naskah realis ini memberikan pesan sesuatu yang kasar itu baik berupa karakter dan perilaku akan luluh dengan cinta dan kasih sayang.
Maston menggunakan alur maju atau progresif; peristiwa yang dipanggungkan berjalan runtut dari awal hingga akhir.
Hal itu seperti juga alur linear yang digunakan Anton Chekov dalam “Orang-orang Kasar Penagih Hutang” bergerak secara berurutan dari tahap penyituasian sampai penyelesaian.
Hubungan dialog dalam pementasan satu dengan dialog lainnya saling terkait sehingga mudah untuk dipahami jalan ceritanya.*
*Christian Heru Cahyo Saputro adalah peminat seni, pengkisah dan visual story. Saat ini tinggal di Semarang.