Portal Teater – Teater amatirujan mementaskan “Kursi-Kursi” karya Eugene Ionesco dengan konsep artisitik yang relatif megah pada Senin (25/11) malam.
Panggung Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, disulap menjadi layaknya galeri yang memamerkan tumpukan-tumpukan kursi.
Sungguh sebuah konsep yang berada di luar konsep pemanggungan mainstream, meski tetap berpegang pada panggung proscenium.
Konsep artistik yang dibangun ini merupakan salah satu metode untuk menggali secara mendalam simbol-simbol yang ada dalam teks dan beberapa referensi selama berproses.
Lentera, kursi-kursi, tower, jendela, musik, daun-daun pintu yang bergerak, adalah media-media simbolik yang dihadirkan grup teater berbasis Jakarta Utara ini.
Kemudian, Teater amatirujan membaca naskah ini melalui kacamata Martin Esslin dan mengkonvergensikan simbol-simbol itu dengan intertekstualitas, bahasa bunyi dan penggalian akrobatik tubuh-benda.
Pertunjukan ini berlangsung selama lebih dari satu jam dan disutradarai Dediesputra Siregar, yang sekaligus adalah pendiri Teater amatirujan.
Lakon “Kursi-Kursi” berkisah tentang Carel dan Semiramis, sepasang suami-istri, yang pada masa tua berusaha menepis tumpukan kebosanan dari pelupuk mata mereka.
Carel lebih memilih merenungkan nasib dan ingatan-ingatannya di tepian laut. Melihat laut lepas seperti mampu menumpahkan semua kejenuhan masatua dan kepikunannya.
Keduanya hidup dan tinggal di sebuah rumah yang seperti sebuah tempat pengasingan. Berada di tengah lautan lepas. Lingkungan tanpa dunia sosial. Itulah yang mempertebal kebosanan mereka.
Sampai akhirnya Carel menyusun kursi-kursi untuk menggapai semua harapan dan kenangan yang seperti tak pernah dimilikinya lagi.
Namun ia tak memiliki bahasa yang cukup untuk melukiskan kenangan dan kejayaan di masa lalu, sehingga meminta seorang juru bicara untuk menyampaikannya.
Semua tamu, dari kalangan biasa sampai petinggi negeri diundang untuk mendengar cerita itu. Seolah-olah sangat penting. Ketika semua tamu hadir, juru bicara yang diminta pun datang.
Namun ternyata ia hanyalah seorang bisu dan tuli. Ia hanya menulis kata-kata yang tak dipahami manusia di sebuah gulungan kain pada pintu rumah mereka.
Merasa hidup seperti tak lagi bermakna, pada akhirnya keduanya putus asa dan meninggal dengan cara yang tidak wajar.
Foto-Foto Pertunjukan
Berikut kami suguhkan beberapa foto pilihan selama pertunjukan:
*Daniel Deha