Portal Teater – El Asamau, salah satu pegawai pada Dinas Perhubungan Kabupaten Alor di Nusa Tenggara Timur, tengah pekan lalu divonis menjadi pasien pertama (pasien 01) di provinsi NTT yang terkonfirmasi positif virus Corona (Covid-19).
Menurut pengakuan yang disiarkan melalui akun Youtube-nya, El Asamau Official, ia mengaku betapa lamanya waktu konfirmasi hasil pemeriksaan terhadap dirinya.
Pada 27 Maret 2020, El melakukan pemeriksaan kesehatan di RSUD WZ Yohannes Kupang untuk memastikan apakah dirinya terinfeksi Covid-19 karena selama beberapa hari sebelumnya, ia merasa meriang meski kondisi tubuhnya stabil.
Dalam pemeriksaan itu, sampel darah dan cairan tenggorokan bawah El diambil oleh petugas kesehatan, lalu dikirim ke laboratorium Kementrian Kesehatan.
Seusai pemeriksaan, El menunggu selama kurang lebih dua minggu hingga pada 9 April lalu hasil pemeriksaan itu keluar dan menyatakan bahwa ia terinfeksi Covid-19.
El tidak panik, tapi seperti biasa ia menjalankan aktivitas di rumah dan tetap menjaga jarak dengan orang sekitar. Saat ini El tengah dirawat di rumah sakit yang sama.
Kisah El barangkali sama dengan kisah-kisah pasien lain di Indonesia. Tidak memadainya fasilitas dan sistem peralatan kesehatan membuat mereka harus lama menunggu hasil pemeriksaan.
Dalam kondisi bingung, kerap mereka tetap berinteraksi dengan keluarga, sahabat, dan orang-orang dekat. Hal yang tak disadari bahwa tindakan itu membawa petaka bagi sesamanya.
Provinsi NTT adalah salah satu daerah yang paling menderita jika jumlah pasien Covid-19 di provinsi kepulauan itu makin banyak.
Sebab, semua sampel pemeriksaan harus dikirim ke Jakarta atau Surabaya.
Selain lama uji coba di laboratorium, interval waktu pengiriman dari Kupang dan kembali ke Kupang, sangat lama, sehingga memperlambat proses konfirmasi ke pasien.
Baru-baru ini telah terkonfirmasi bahwa Kemenkes akan membangun laboratorium pemeriksaan di NTT. Namun sampai saat ini belum ada perkembangan.
Kisah El dan mungkin teman-temannya yang lain, memperlihatkan bahwa apapun retorika pembangunan di Indonesia, sesungguhnya belum benar-benar merembes ke daerah dan masyarakat kecil.
Infrastruktur boleh berjalan, tapi belum didukung dengan pembangunan fasilitas dasar yang langsung berdampak pada kebutuhan rakyat. Ketika badai melanda, masyarakat di daerah terpencil menjadi begitu menderita.
Bantuan sosial yang dianggarkan pun belum tentu sampai di rakyat kecil jika lembaga kementrian ‘berkonspirasi’ dengan DPR terkait jatah bantuan itu, mengutip ulasan Ferdy Hasiman di Bisnis.com, Senin (13/4).
Sangat Cepat
Pemeriksaan sampel darah dan swab tenggorokan merupakan dua cara untuk mendeteksi adanya virus Corona di dalam sel tubuh manusia.
Di China, terutama di Kota Wuhan, daerah endemik Covid-19, Brenda Goh melaporkan hari ini, Selasa (14/4), mengutip Reuters, bahwa pemeriksaan swab tenggorokan kepada penduduk di kota itu sangat cepat, mudah dan murah.
Goh, yang juga menjadi salah satu orang yang ikut dalam tes itu, mencoba membandingkannya dengan model pemeriksaan yang terjadi di banyak negara seperti Amerika Serikat dan Inggris, termasuk juga Indonesia.
Goh menceritakan bahwa ketika ia dan teman-temannya tiba di Kota Wuhan, mereka langsung dan harus melakukan tes nukleat untuk membuktikan bahwa mereka bebas dari flu yang berpotensi mematikan seperti virus Corona.
Dia mengatakan bahwa tes swab yang dilakukan di Wuhan hanya membutuhkan waktu sektiar tiga detik, sementara hasilnya dapat diperoleh dalam waktu satu setengah hari.
Tidak lagi melalui otoritas medis, pejabat kesehatan yang menguji swab biasanya langsung mengirim hasil tes kepada pasien melalui pesan teks.
Sejak pertama kali virus ini ditemukan di kota itu hingga saat ini, pengujian dilakukan secara bebas kepada semua penduduk, terutama yang baru datang dari luar kota.
Di lingkup pekerjaan, manajemen perusahaan mewajibkan para pekerjanya untuk melakukan tes swab sebelum mereka benar-benar kembali bekerja. Sejak 21 Februari lalu, tercatat ada 930.315 tes telah dilakukan di Wuhan.
“Jika Anda adalah perusahaan dengan 500 karyawan dan Anda ingin mulai bekerja lagi, Anda menguji semua orang,” kata Zhao Yan, seorang dokter pengobatan darurat dan wakil presiden Rumah Sakit Zhongnan Wuhan, pekan lalu.
Di seluruh China, para pejabat menyederhanakan dan mempercepat proses untuk mendapatkan tes asam nukleat, meskipun pertanyaan tetap ada tentang keakuratannya.
Beberapa dokter Cina telah mendorong untuk meningkatkan persyaratan untuk mengeluarkan pasien yang dirawat di rumah sakit dari dua tes asam nukleat negatif menjadi tiga.
Kota-kota utama seperti Beijing pun telah mengharuskan beberapa pelancong internasional yang datang untuk mempresentasikan hasil tes saat masuk.
Namun China belum berencana untuk melakukan tes massal di seluruh negara.
Tes PCR
Tes swab yang umum dilakukan adalah uji usap nasofaring dengan mengumpulkan cairan atau sampel dari bagian belakang hidung dan tenggorokan atau dahak.
Tes ini dilakukan tidak hanya untuk virus corona, uji swab juga biasa digukanan untuk diagnosis infeksi virus lainnya.
Sebelumnya, semua spesimen pasien di Indonesia dikirimkan ke laboratorium luar negeri untuk mengetahui hasil uji sampel tersebut.
Namun saat ini Indonesia sudah memiliki reagen dan PCR (Polymerase Chain Reaction) sehingga pengujian bisa dilakukan di Badan Penelitian dan Pengembangan Kemenkes.
Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (13/4), meminta agar pemeriksaan sampel melalui metode tes PCR dipercepat dan jangkauannya pun diperluas, terutama di daerah episentrum.
Dihimpun dari Wikipedia, tes PCR merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme.
Dengan teknik ini, DNA dapat dihasilkan dalam jumlah besar dengan waktu relatif singkat sehingga memudahkan berbagai teknik lain yang menggunakan DNA.
Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada 1983 dan ia memperoleh hadiah Nobel pada tahun 1994 berkat temuannya tersebut.
Mengutip publikasi Pusat Studi Satwa Primata IPB, teknik PCR dilakukan dengan teknik berbasis asam nukleat yang memungkinkan dilakukannya deteksi secara cepat, spesifik dan sensitif dari suatu mikroorganisme tertentu.
Teknik PCR mampu melakukan uji diagnostik terhadap agen-agen patogen secara sensitif dan spesifik dalam waktu yang relatif lebih singkat dibanding uji-uji diagnostik lainnya.
Namun demikian, teknik PCR juga memiliki keterbatasan, misalnya sangat rentan terhadap hasil positif palsu yang dapat disebabkan oleh adanya kontaminasi pada saat koleksi sampel, transportasi atau saat pengerjaan uji.
Keterbatasan tersebut dapat diminimalisasi di laboratorium melalui penerapan prosedur operasional standar yang benar, melakukan optimalisasi dan validasi protokol, serta mematuhi prosedur pengendalian kualitas yang baku.
Selain itu, teknologi PCR juga semakin berkembang baik dari metodenya, perangkat mesinnya maupun reagensia pendukungnya, sehingga menjadikan teknik PCR sebagai gold standard terbaru untuk mendeteksi berbagai mikroorganisme di tingkat molekuler.
Secara umum, teknik PCR dapat direkomendasikan sebagai metode diagnostik rutin di laboratorium klinis untuk melakukan konfirmasi diagnosis sebagai acuan dalam pengobatan suatu penyakit pada hewan kesayangan, misalnya.
Saat ini Indonesia baru memiliki sekitar 18 buah alat tes PCR cepat yang diadakan oleh Kementerian BUMN.
Dengan target bahwa sehari 1 alat bisa melakukan 500 PCR, maka per hari Indoensia bisa mengetes 9.000 PCR.
Pengadaan alat ini dinilai sangat baik untuk lebih cepat mendeteksi adanya virus Corona di seluruh Indonesia.
Namun, apakah akan dilakukan secara massal atau terlokalisasi, itu juga merupakan hal yang penting karena Covid-19 dapat menginfeksi orang dengan kondisi sehat sekalipun.
Rapid Test vs Swab Test
Sebelumnya, pemerintah Indonesia melakukan pemeriksaan virus corona dengan menggunakan rapid test di beberapa daerah sejak virus ini muncul di Depok.
Namun sebenarnya tes ini berbeda dengan apa yang dimaksudkan dengan tes swab sebagaimana dilakukan Goh atau yang sekarang disebut PCR.
Rapid test corona hanya bisa digunakan sebagai skrining atau penyaringan awal. Sementara tes swab dilakukan untuk mendiagnosis seseorang terinfeksi Covid-19.
Jenis sampel yang diambil pemeriksaan rapid test dilakukan menggunakan sampel darah. Sementara dalam pemeriksaan swab menggunakan sampel lendir yang diambil dari dalam hidung maupun tenggorokan.
Selain itu, rapid test digunakan untuk memeriksa virus menggunakan IgG dan IgM yang ada di dalam darah. Sementara swab test dinilai lebih akurat sebagai patokan diagnosis.
Sebab, virus corona akan menempel di hidung atau tenggorokan bagian dalam, saat ia masuk ke tubuh manusia. Sampel lendir yang diambil dengan metode swab nantinya akan diperiksa menggunakan metode PCR.
Hasil akhir dari pemeriksaan ini, nantinya akan benar-benar memperlihatkan apabila ada virus SARS-COV2 (penyebab Covid-19) di tubuh seseorang.
Karena itulah limit waktu hasil pemeriksaan rapid test lebih cepat, yaitu hanya membutuhkan waktu 10-15 menit. Sementara dalam swab test dengan metode PCR membutuhkan waktu beberapa jam hingga beberapa hari untuk menunjukkan hasil.
Hasil pemeriksaan rapid test maupun PCR juga bisa keluar lebih lama dari itu, apabila kapasitas laboratorium yang digunakan untuk memeriksa sampel terlampaui banyak.*