Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Keuangan Shri Mulyani Indravati mengatakan, data kependudukan di Indonesia saat ini menjadi ‘PR’ tersendiri. Hal ini digunakan untuk menggali potensi penerimaan negara dari pajak.
“Saat ini warga Indonesia memiliki 40 nomor KTP, dan nomor KTP tersebar di berbagai perusahaan atau instansi di seluruh tanah air,” jelas Mulyani kemarin (28/5/2021).
Sri Mulyani mencontohkan, misalnya di kementerian yang dipimpinnya, beberapa waktu lalu Direktorat Bea dan Cukai (DJPC) dan Direktorat Pajak (Ditjen Pajak) memisahkan informasi tentang wajib pajak.
Padahal, tujuannya adalah untuk membayar pajak. Data ini kemudian dikonsolidasikan hanya pada tahun 2019. Secara garis besar, kata Sri Mulyani Data Nomor Induk Kependudukan (NIK) juga berbeda dengan Nomor Paspor.
|
Tidak mencantumkan data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Data Transaksi Ekspor Impor. Bapak Mulyani mengatakan bahwa nomor identifikasi yang berbeda menjadi tantangan dalam mengintegrasikan suatu data.
“Jadi individu bisa berbeda identitas. Jadi kita harus melakukan integrasi, pencocokan data, itu tantangan yang luar biasa. Data tidak terintegrasi dan tidak mudah digunakan dalam data analytics,” jelasnya.
Namun, kata Mulyani, cakupan informasi yang dihimpun DGD sangat luas sejak dikeluarkannya peraturan pemerintah (PP) nomor tersebut. 31/2012.
Melalui peraturan ini, pemerintah memberikan kewenangan kepada DJP untuk memperoleh data dan informasi dari instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak lain (ILAP) untuk kepentingan perpajakan.
Sejak 2012, DJP saat ini menerima 337 jenis data dan informasi dari 69 ILAP. Data tersebut meliputi data transaksi, data identitas, data izin dan data non transaksi lainnya.
Kemudian pada tahun 2017, pengelolaan data perpajakan menjadi milestone melalui upaya Forum G20 untuk mencapai komitmen pertukaran informasi secara otomatis (Automatic Exchange of Financial Account Information/AEOI).
DJP mulai mengumpulkan dan mengolah data WNI di luar negeri dalam rangka penggalian potensi pajak.
“Data diolah untuk mendapatkan analisis business intelligence, melakukan litigasi, mengembangkan aparatur risiko kepatuhan pajak, dan mengembangkan compliant risk management (CRM),” jelas Mulyani.
(dru)
“Gila sosial. Pengusaha. Pengacara bacon. Kutu buku bir yang bergairah. Pelopor musik yang ramah.”
More Stories
Sambil menyapu, pengemudi Ojol dengan penuh semangat meminta untuk ikut demo atau mengembalikan jaket tersebut.
PDIP Sebut Risma-Gus Hans Putaran Kedua di Pilgub Jatim 2024, Daftar Malam Ini
Ahmad Sayku-Ilham TMP Ziarah ke Makam BJ Habibi di Kekhalifahan