Benarkah Jumlah Kasus Berbanding Lurus Jumlah Tes?

Portal Teater – Jumlah kasus positif virus corona dalam dua hari terakhir melonjak tajam ke angka tertinggi sejak pertama kali teridentifikasi di Depok, Jawa Barat, 2 Maret lalu.

Pada Rabu (13/5) diumumkan ada 698 kasus baru, sehingga total mencapai 15.438 kasus, dan pada Kamis (14/5), jumlah kasus sedikit turun, yaitu 568 kasus baru, sehingga total 16.006 kasus.

Mencermati pelonjakan tersebut, pemerintah mengklaim bahwa kenaikan kasus baru berbanding lurus dengan jumlah pengujian.

Artinya, semakin banyak jumlah spesimen yang dites maka makin banyak pula temuan kasus baru.

Juru Bicara Achmad Yurianto pada Rabu (13/5) mengatakan, pemerintah kini sudah mendistribusikan alat real-time polymerase chain reaction (PCR) ke 30 provinsi untuk memeriksa spesimen, dari sebelumnya hanya 19 provinsi.

Tersisa 4 provinsi yang belum memiliki alat ini, antara lain provinsi Jambi, Bengkulu, Kalimatan Utara dan Maluku Utara.

Mesin PCR sebenarnya merupakan alat untuk memeriksa virus HIV. Namun alat ini juga dapat digunakan untuk memeriksa sampel Covid-19. Seperti temuan para ahli di China beberapa waktu lalu, Covid-19 bahkan mirip atau kolaborasi dari SARS dan HIV.

Selain itu, pemerintah telah mendistribusikan sekitar 6.300 cartridge pendukung tes cepat molekuler (TCM) ke 64 kabupaten/kota di 30 provinsi di Indonesia. TCM merupakan alat pendeteksi TBC.

“Dalam rangka percepatan pemeriksaan maka pada kemarin kami sudah kirimkan cartridge yang bisa dilakukan menggunakan TCM. Kemarin kita mengirimkan 6.300 cartridge ke 64 rumah sakit di 64 kabupaten/kota di 30 provinsi,” kata Yuri, Rabu (13/5).

Rekapan Data

Namun berdasarkan rekapitulasi yang kami buat, pada dasarnya apa yang diklaim pemerintah belum diterima secara statistik.

Olahan data kami, mengikuti laporan pemerintah, mengatakan bahwa justru jumlah pengujian spesimen yang dilakukan sejak 11-14 Mei menurun jauh dari jumlah hari-hari sebelumnya.

Misalnya jumlah pengujian pada 11 Mei tercatat ada 3.078 tes, lalu naik sedikit menjadi 3.777 pada 12 Mei. Pada Rabu, jumlah naik lagi menjadi 4.067 tes dan tes terakhir sebanyak 4.495 tes.

Jumlah pengujian ini menurun drastis pengujian dengan tinggi pada 10 Mei, yaitu ada 7.780 pengujian.

Jika menengok lebih jauh ke belakang, maka pengujian tertinggi sebenarnya terjadi pada 8 Mei, yaitu sebanyak 9.630 tes.

Rekapitulasi pengujian dapat kami gambarkan seperti berikut:

  • 5 Mei: 4.686 tes, total 121.547 spesimen
  • 6 Mei: 6.836 tes, total 128.383 spesimen
  • 7 Mei: 5.768 tes, total 134.151 spesimen
  • 8 Mei: 9.630 tes, total 143.781 spesimen
  • 9 Mei: 6.712 tes, total 150.493 spesimen
  • 10 Mei: 7.780 tes, total 158.273 spesimen
  • 11 Mei: 3.078 tes, total 161.351 spesimen
  • 12 Mei: 3.777 tes, total 165.128 spesimen
  • 13 Mei: 4.067 tes, total 169.195 spesimen
  • 14 Mei: 4.495 tes, total 173.690 spesimen

Dari data statistik ini, klaim bahwa jumlah tes sebanding dengan jumlah kasus boleh dibilang sebagai sebuah “harapan” belaka.

Memang jumlah akumulatif pengujian spesimen terus meningkat, namun jika memperhatikan tes harian, maka angka yang didapat seperti gambaran rekapan pengujian di atas.

Presiden Joko Widodo sebelumnya telah meminta agar pengujian dapat dilakukan hingga tembus 10 ribu per hari. Namun angka tersebut masih jauh dari kenyataan di lapangan.

Hal itu dibenarkan Pelaksana tugas (Plt.) Deputi II BNPB Dody Ruswandi yang mengatakan pada Selasa (12/5), bahwa target pemeriksaan 10 ribu tes PCR per hari sulit dilakukan karena minimnya sarana dan prasarana, termasuk, kapasitas laboratorium.

Namun Yuri berharap dengan adanya penambahan fasilitas pemeriksaan, pemeriksaan pun akan makin cepat dilakukan sehingga mempercepat akumulasi dan menekan angka penularan.

Update Corona 13 Mei: Ada 689 Kasus Baru, Total 15.438 Positif
Juru Bicara Pemerintah Achmad Yurianto. -Dok. BNPB.

Bukan Kurva Epidemi

Upaya menekan penularan, termasuk juga harapan bahwa pandemi ini segera berakhir, menjadi pekerjaan berat pemerintah.

Sebab, menurut ahli biostatistik Eijkman Oxford Clinical Research Unit Iqbal Elyazar, kurva yang disampaikan pemerintah setiap hari kepada publik bukanlah kurva epidemi yang sesuai standar ilmu.

Hal itu menyebabkan kesulitan untuk melihat lebih terang perkembangan kasus yang sesungguhnya di Indonesia, mengutip laporan Fame.grid.id, Senin (11/5).

Iqbal menerangkan bahwa kurva epidemi sesungguhnya terdiri sumbu Y (vertikal) yang menunjukkan jumlah kasus baru, dan sumbu X (horizontal) yang mengindikasikan patokan waktu analisis yang terkait dengan jumlah kasus baru.

Patokan waktu itu dapat berupa tanggal pasien terinfeksi, tanggal mulai bergejala, dan tanggal kapan ia diperiksa.

Dalam kurva pemerintah, kata Iqbal, sumbu X justru menunjukkan angka pertambahan kasus Covid-19 yang terlapor setiap harinya.

“Jadi dari kurva ini bisa bercerita banyak, terlihat pola kenaikan dan turunnya (jumlah kasus baru), puncak wabah, juga bisa lihat yang positif, bergejala, hingga suspek,” ujar Iqbal, Sabtu (10/5) lalu.

Ia menjelaskan, pada prinsipnya jumlah kasus konfirmasi tambahan tidak sama dengan jumlah kasus baru.

Karena itu, jumlah kasus harian yang dilaporkan tidak bisa menjelaskan laju infeksi harian pada hari sebelumnya.

Dengan kata lain, turunnya angka kasus harian itu tidak bisa langsung dibaca sebagai turunnya laju infeksi harian.

Lagipula, pemerintah belum memiliki fasilitas memadai yang menyebabkan lamanya waktu pemeriksaan di laboratorium.

Ada pasien yang harus menunggu hasil pemeriksaan hingga lebih dari dua minggu. Sayangnya, sebelum hasil itu keluar, mereka keburu meninggal, tapi dinyatakan sebagai pasien Covid-19, meski pada akhirnya hasil tes menunjukkan negatif.

Ahli biostatistik Eijkman Oxford Clinical Research Unit Iqbal Elyazar. -Dok. eijkman.go.id.
Ahli biostatistik Eijkman Oxford Clinical Research Unit Iqbal Elyazar. -Dok. eijkman.go.id.

Transparan dan Naikkan Tes

Iqbal pun meminta pemerintah transparan mengenai jumlah pemeriksaan yang sudah dilakukan di setiap lab dan setiap daerah.

Selain itu, pemerintah perlu meningkatkan intensitas pemeriksaan. Sebab jumlah pengujian selama empat hari terakhir justru memperlihatkan penurunan dari minggu sebelumnya.

Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman, misalnya, menyatakan bahwa tes PCR massal menjadi kunci untuk meredam pandemi selain tracing (pelacakan).

Tanpa strategi pengujian yang masif dan tepat, pemerintah dan masyarakat tidak tahu betapa besarnya masalah pandemi ini.

“Tanpa testing, penyakit ini terus menyebar tanpa terkendali. Kuncinya di testing, kalau jumlah tes kurang ya temuan kasus juga menurun,” katanya kepada CNN Indonesia, Kamis (14/5).

Iqbal sendiri meyakini bahwa “masih banyak orang yang terinfeksi tetapi belum diperiksa” saat ini. Hal itu pula yang menyebabkan tingkat penularan makin tinggi, terutama di daerah-daerah.

Pada Kamis (14/5), pemerintah melaporkan telah melakukan pemeriksaan 173.690 spesimen. Dari tes tersebut didapat 568 kasus positif, sehingga total menjadi 16.006 kasus.

Dari jumlah itu, ada 3.518 pasien telah sembuh dan 1.043 pasien meninggal dunia, tersebar di 34 provinsi dan 382 kabupaten/kota.

Secara global, Worldometers mencatat ada 4,52 juta kasus di seluruh dunia, dengan 303.407 kematian dan 1,7 juta kesembuhan.*

Facebook
Twitter
LINE
Pinterest

Baca Juga

Seni Berkekuatan Daya Getar

Portal Teater - Seni adalah kekuatan yang memiliki daya getar. Bertahun-tahun aku dibimbing pelukis Nashar untuk mempelajari kesenian tanpa ingat waktu, lapar dan kemiskinan. Aku...

Rudolf Puspa: Kiat Terus Berkiprah

Portal Teater - Sebuah catatan sekaligus menjawab pertanyaan seorang ibu, guru Bahasa Indonesia di sebuah SMA di Jakarta, membuat saya segera membuka tembang lama...

Silang-Sengkarut “New Normal”

Portal Teater - Sejak beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo telah mendengungkan wacana pemberlakukan "new normal", atau yang menurut ahli Bahasa Indonesia sebut sebagai...

Terkini

Rudolf Puspa: Kiat Terus Berkiprah

Portal Teater - Sebuah catatan sekaligus menjawab pertanyaan seorang ibu, guru Bahasa Indonesia di sebuah SMA di Jakarta, membuat saya segera membuka tembang lama...

“Mati Konyol”: Paradoks, Retrospeksi, Kegamangan

Portal Teater - Pintu rekreatif tulisan ini dibuka dengan pertanyaan dari seorang awam, tentang apa uraian dramaturgi, dramaturg, dan drama. Bagaimana ciri, konvensi, guna,...

Menolak Mati Konyol di Era Konyol

Portal Teater - Uang, teknologi, status sosial, jabatan, pangkat, citra, dan popularitas, barangkali adalah serangkaian idiom yang menghiasi wajah kehidupan manusia hari ini. Menjadi...

Buntut Corona, FDPS 2020 Disajikan dalam Format Digital

Portal Teater - Festival Drama Pendek SLTA (FDPS) 2020 yang digagas Kelompok Pojok direncanakan diadakan pada April kemarin. Buntut pandemi virus corona merebak di Indonesia...

Seni Berkekuatan Daya Getar

Portal Teater - Seni adalah kekuatan yang memiliki daya getar. Bertahun-tahun aku dibimbing pelukis Nashar untuk mempelajari kesenian tanpa ingat waktu, lapar dan kemiskinan. Aku...