Portal Teater – Indonesia menjadi salah satu negara yang paling sedikit menderita kasus virus corona di antara negara-negara dengan jumlah populasi terbesar di dunia.
Saat ini, negara berjuluk Nusantara ini memiliki 23.165 kasus dari total lebih dari 273 juta penduduknya. Jumlah kasus itu terdiri dari 5.877 kesembuhan dan 1.418 kematian.
Dibandingkan dengan China, India, Amerika Serikat, Pakistan, Brazil, dan Rusia, enam negara di antara 10 besar negara berpopulasi terbesar, Indonesia berada sangat jauh di bawahnya.
Menurut Worldometers, China yang menjadi asal mula virus corona memiliki lebih dari 82.992 kasus dari total 1,43 miliar penduduknya.
Sementara India, dengan populasi 1,38 miliar, kini menderita 146.371 kasus. India menggeser China sebagai episentrum di Asia.
Kasus di salah satu negara penghasil minyak terbesar dunia itu terus naik, di mana pada Senin dilaporkan ada 6.414 kasus baru.
AS dengan 331 juta penduduk menderita 1,7 juta kasus, tertinggi dari semua negara di dunia. Sementara Pakistan menderita 57.705 kasus dari total 220 juta populasi.
Adapun Brazil, episentrum baru di Amerika Latin, memiliki 376.669 kasus dari 212 juta penduduknya. Kini berada di urutan kedua.
Dan Rusia, yang kasusnya terus meledak, telah melaporkan 362.342 kasus dari total 145 juta populasinya. Hari ini ada 8.915 kasus baru.
Berbeda dengan China yang telah mencapai puncak pandemi pada Februari lalu, dan kini mulai melandai ke dasar kurva, negara-negara berpopulasi besar ini justru menunjukkan tren lonjakan.
AS, Brazil, Rusia, India, dan Pakistan, adalah negara-negara berpenduduk padat dengan jumlah kasus yang belum mereda.
Pada Senin (25/5), AS melaporkan ada 19.790 kasus baru. Sementara Brazil mengumumkan ada 13.051 kasus baru.
Rusia sedikit di bawahnya dengan 8.946 kasus baru, lalu disusul India dengan 6.414 kasus baru. Pakistan, meski kasus harian masih bergerak di angka 1000, tapi terus naik dan konsisten.
Antibodi yang Kuat
Mengapa Indonesia menjadi negara yang menderita paling sedikit oleh virus corona, salah satunya dijelaskan oleh mantan Menteri Kesehatan periode 2004-2009, Siti Fadilah Supari.
Dalam sebuah wawancara yang diunggah di akun Youtube Deddy Corbuzier, 21 Mei, ia mengatakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan Indonesia tidak begitu menderita adalah karena orang Indonesia pada umumnya memiliki sistem imun/antibodi yang kuat.
Hal itu dipelajarinya dari penelitian selama masa wabah SARS pada 2005 silam. Di mana sebagai Menkes, ia dinilai berhasil memerangi wabah yang juga bermula dari China tahun 2002 itu.
Keberhasilan tersebut, kata dia, karena memang masyarakat Indonesia, yang umumnya hidup di daerah tropis, memiliki sistem kekebalan tubuh yang lebih kuat dari yang lainnya.
Wabah SARS memukul negara-negara Asia dan menewaskan sekitar 800 orang dan menginfeksi lebih dari 8.000 orang.
Seperti corona, virus ini menyerang sistem pernapasan manusia, dan gejalanya pun mirip dengan gejala virus corona.
Meski memiliki antibodi yang kuat, namun masyarakat diminta agar tidak terlena, karena mustahil untuk menerapkan “herd immunity” dalam konteks virus corona saat ini.
Lagipula, Indonesia belum mencapai puncak pandemi, dan justru masih meningkat di beberapa daerah yang berupaya meningkatkan jumlah pengujian spesimen pasien Covid-19.
Lewati Pandemi
Penampakan yang berbeda terlihat pada kurva perkembangan di negara-negara Eropa seperti Inggris, Prancis, Jerman, Spanyol dan Italia, yang sejak semula terpukul, tapi kini sudah melewati paceklik.
Laporan terakhir dari situs Worldometers mencatat bahwa Prancis kini menderita 358 kasus baru dari total 182.942 kasus.
Sementara Inggris kasus hariannya masih cukup besar yaitu sebanyak 1.625 pada Senin (25/5), sehingga total 261.184 kasus.
Italia, yang begitu terpukul karena menyerang mayoritas penduduk usia tua, melaporkan ada 300 kasus baru, sehingga total 230.158 kasus. Dan Jerman melaporkan 461 kasus baru, total 180.789 kasus.
Ledakan yang terjadi di negara-negara Eropa ini, demikian halnya di AS, Brazil, Rusia, dll., tidak pernah dibayangkan sebelumnya.
Bila memang virus ini diciptakan atau sengaja diedarkan seperti polemik dan teori konspirasi yang muncul belakangan, maka hampir pasti pembuat virus tidak memikirkan dampak besar terhadap dunia.
Sepupu virus corona, SARS, dan juga Ebola serta HIV/AIDS, meski menyerang sistem pernapasan dan kekebalan tubuh, tapi tidak sekuat serangan virus corona.
Virus corona dianggap lebih mematikan karena ia menyerang tanpa pandang bulu, sakit ataupun sehat. Ia juga secara konstan mengancam nyawa manusia jika tidak disiplin menjaga jarak.
Sebab-musabab inilah yang membuat para ahli dan pejabat pemerintah di negara-negara mulai melonggarkan penguncian dan pembatasan dan menerapkan “new normal”.
Yaitu sebuah model protokol kehidupan baru, cara baru memandang dunia, meski harus berdampingan dan berdamai dengan corona.*