Portal Teater – Teater Nusantara akan mementaskan lagi naskah “Arung Pallaka” di Monumen Gerakan Benteng Nasional (GBN) Slawi, Jawa Tengah, Sabtu (7/12), pukul 20.00 WIB.
Sebelumnya, lakon yang sama dibawakan gup teater besutan sutradara Ayak M.H. pada helatan Festival Teater Jakarta 2019, di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Senin (18/11) malam.
Ayak M.H. mengatakan, pentas ini diinisiasi oleh Teater Gemblong (berbasis Slawi) sekaligus mempererat hubungan antara kedua komunitas teater dengan masyarakat dan pelaku teater di Slawi, Tegal, Brebes, dan daerah sekitarnya.
Selain itu, pentas ini juga diniatkan untuk mengabarkan kepada khalayak dan masyarakat sekitar tentang sejarah alternatif tokoh Nusantara yang banyak belum dikenal dan hilang dari catatan sejarah.
“Kami ingin menyampaikan pesan tentang kearifan lokal, tentang kekayaan budaya nusantara, melalui karya pentas teater,” tutur Ayak melalui pernyataan tertulis, Jumat (6/12).
Pentas Kali Ketiga
Pementasan Teater Nusantara di daerah Jawa Tengah bukan baru kali ini. Tahun 2017, grup teater yang berdiri pada 2010 ini pernah mementaskan “Pinangan” karya Anton Chekov di Taman Budaya Tegal.
Setahun berikutnya, grup teater berbasis Jakarta Barat ini mementaskan “Amangkurat Amangkurat” karya Goenawan Mohamad juga ditempat yang sama.
“Tahun ini karena Taman Budaya Tegal sedang dalam taraf pemugaran maka kami memilih tempat di Slawi atas saran dari teman-teman Teater Gemblong,” terang Ayak.
Dari beberapa naskah yang dipentaskan ini semuanya merupakan produksi Teater Nusantara yang dipentaskan ulang setelah mengikuti FTJ.
Memiliki agenda yang tetap untuk sebuah pementasan seperti ini agaknya akan sangat membantu keterjalinan hubungan antara pelaku teater dengan masyarakat penikmatnya atau penonton.
Hal mana menjadi catatan penting dari gagasan “Drama Penonton” FTJ 2019 yang digelar Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta sepanjang 12-29 November lalu.
“Setelah dua tahun berturut turut kami melakukan pentas di sana, telah terjalin komunikasi yang kami jaga lewat media sosial dengan para penonton kami di sana. Bahkan ketika di FTJ, beberapa teman penonton dari Tegal pun ikut hadir menyaksikannya,” ujar Ayak.
Ia menambahkan, konsep pemanggungan “Arung Pallaka” di Slawi akan didesain menggunakan panggung arena karena lakon ini dimainkan di luar gedung.
“Dengan alasan, selain teknis, juga untuk memberikan stimulus kepada para penggiat seni teater, bahwa di manapun tempat bisa dijadikan panggung pertunjukan,” tutupnya.
Sinopsis
Lakon ini ditulis oleh Fahmi Syrief, seorang seniman senior asal Makassar, Sulawesi Selatan. Lakon ini menggambarkan pemikiran-pemikiran yang berbeda bisa memecah cinta, melahirkan tangisan, dan memisahkan persaudaraan.
Ini berkisah tentang keberanian yang kini boleh dianggap sudah langka, yaitu kisah tentang keberanian Arung Pallaka untuk menyatakan hitam itu hitam, dan putih itu putih.
Ia tak terjebak dalam pemikiran pragmatik, yang menghitung untung-rugi dalam membela kaumnya, yaitu bangsa Bone dan Soppeng dari perbudakan kerajaan Gowa di Sulawesi Selatan.
Dalam perjuangannya melawan perbudakan, penindasan dan perbaikan nasib, bukan takdir; ia tidak mempersoalkan kepahlawanan atau pengkhianatan.
Tetapi mempertahankan apa yang dalam falsafah Bugis di Sulawesi Selatan sebut sebagai Siri’ Na Passe, suatu harta karun budaya yang tak ternilai.
Siri’ berarti malu (harga diri) sedangkan Passe berarti rasa kasihan (pedih dan perih). Siri Na Passe dapat diartikan sebagai sebuah paham untuk saling menjaga derajat harga diri dan martabat satu sama lain; tidak malu atau dipermalukan, pun tentang sikap menjaga kesetiakawanan.
Demi membela tanah dan bangsanya, Arung Palakka (nama lain dari Datu Mario Latenri tatta Toappatunru Daeng Serang) berperang melawan saudaranya, yaitu Karaeng Karunrung (diperankan Assa Musa), karena gagal mencapai persamaan karena perbedaan kepentingan.
Ia membela sekelompok pekerja, yang adalah teman-temannya, sementara Karaeng Karunrung terkontaminasi dengan pandangan tirani yang menindas rakyat.
Nah, sahabat teater, bagaimana persis persembahan manis akhir tahun dari Teater Nusantara dalam kunjungannya ke Slawi, datang dan saksikan sendiri di arena pertunjukan!*